Kultum Ramadhan: Pelajaran Hadits, Puasa Ini Milikku Akulah Yang Membalasnya
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ المُتَوَالِيَةِ وَعَطَايَاهُ المُتَتَالِيَةِ وَنِعَمِهِ اَلَّتِي لَا تَعُدَّ وَلَا تُحْصَى, أَحْمَدُهُ جَلَّا وَعَلَا وَأُثْنِي عَلَيْهِ
الخَيْرَ كُلَّهُ لَا نُحْصِي ثَنَاءَ عَلَيْهِ هُوَ سُبْحَانَهُ كَمَا أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .
Bapak-bapak, ibu-ibu, jamaah sekalian yang dirahmati oleh Allah Ta’ala,
Tidak kita ragukan lagi, bulan Ramadhan ini memiliki kuetamaan yang banyak. Amal dilipatgandakan dan dosa-dosa diampuni. Serta keutamaan-keutamaan yang lain yang tidak didapatkan di selain Ramadhan. Di antara keutamaan puasa disebutkan dalam sebuah hadits:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، اَلْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ تَعَالَى : (إِلاَّ الصَّوْمَ فَإنَّهُ لِيْ وَأنَا أجْزِيْ بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أجْلِي)
“Semua amalan anak Adam dilipatgandakan. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa.Sesungguhnya puasa itu untuk Aku, dan Akulah yang membalasnya. Dia meningalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku.” (HR. Muslim dalam Kitab ash-Shiyam, Bab Fadhlu ash-Shiyam, No: 1151/164).
Dalam hadits ini, Allah Ta’ala mengistimewakan puasa dibanding ibadah-ibadah yang lain. Tentu ini menunjukkan betapa agungnya ibadah puasa. Betapa cintanya Allah dengan ibadah ini. Dan dalam puasa itu sangat tampak sekali keikhlasan, karena puasa itu rahasia antara seorang hamba dengan Allah Ta’ala. Bisa jadi ketika kita berpuasa kita berada di tempat yang sepi. Tak ada seorang pun yang bersama kita dan melihat kita. Tapi, kita tetap enggan melakukan pembatal-pembatal puasa. Hal ini berangkat dari keyakinan kita bahwa ada Rabb yang senantiasa tahu keadaan kita walaupun di tengah kesendirian. Dan Dia mengharamkan hal tersebut. Kemudian kita pun meninggalkannya karena takut kepada-Nya. Dan berharap pahala dari-Nya. Karena itulah puasa itu syiar keikhlasan. Sehingga Allah khususkan ibadah ini untuk-Nya.
Ada penjelasan menarik dari seorang tabi’in Sufyan bin Uyainah rahimahullah tentang makna hadits ini. Beliau mengatakan, “Saat nanti di hari kiamat, Allah menghisab hamba-hamba-Nya. Dia membalas kezaliman seseorang dengan memberikan pahala-pahalanya kepada orang yang dizaliminya. Kecuali paha puasa. Saat yang tersisa hanya pahala puasa saja. Allah jadikan pahala puasanya sebab untuk masuk ke dalam surga.”
Pelajaran berikutnya, dalam hadits ini disebutkan, “Akulah yang membalasnya”. Ingatlah, besar dan hebatnya pemberian itu tergantung dari siapa yang memberi. Kalau ada orang kaya, tapi pelit, tentu sulit kita harapkan kalau dia akan memberi hadiah yang istimewa. Walaupun hartanya berlimpah. Karena dia pelit. Kemudian apabila ada orang yang royal, dermawan, tapi pas-pasan. Orang seperti ini juga tidak kita harapkan besar pemberiannya. Tapi, apabila ada yang sangat dermawan, sangat kaya, sangat penyayang menjanjikan hadiah, tentu kita membayangkan hadiah yang sangat istimewa.
Bagaimana kiranya dengan Allah? Pemilik langit dan bumi serta alam semesta. Maha Kaya. Maha Dermawan. Maha Penyayang. Dia mengatakan, “Akulah yang membalasnya”. Tentu betapa istimewa balasan darinya.
Apalagi sebelumnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan amalan-amalan lain di bulan Ramadhan dibalas 10 kali lipat hingga 700 kali lipat. Itu saja sudah besar. Bagaimana lagi kiranya ketika Allah Yang Maha Kaya dan Dermawan tidak membatasi balasannya dengan angka? Tentu lebih hebat lagi. Inilah balasan puasa.
Demikianlah Allah Ta’ala dalam menghargai dan menilai jerih payah hamba-Nya yang meninggalkan makan, minum, dan aktivitas lain yang sifatnya mubah demi menaati Allah. Karena hal-hal mubah tertentu itu termasuk pembatal puasa. Seseorang yang biasa dengan suatu kegiatan. Biasa sarapan. Bebas minum sehingga ia bisa kapanpun berolahraga dan beraktivitas berat. Tiba-tiba kebiasaan itu harus diubah. Meninggalkan kebiasaan itu adalah sesuatu yang sulit. Sebagaimana seseorang yang pindah dari tempat lama ke tempat baru. Tentu ia merasa kesulitan dan harus cepat-cepat menyesuaikan. Tapi semua hal itu ia korbankan. Demi menaati perintah Allah Ta’ala.
فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” [Quran Hud:115].
Mudah-mudahan Allah Ta’ala membantu kita dalam menunaikan puasa. Menjauhi segala hal yang dapat mengurangi nilai puasa. Dan memberi kita taufik untuk melakukan berbagai kebaikan di bulan Ramadhan ini. Mudah-mudahan yang sedikit ini bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Artikel asli: https://khotbahjumat.com/4678-kultum-ramadhan-pelajaran-hadits-puasa-ini-milikku-akulah-yang-membalasnya.html